News(Latter):#2

Calico cat
2 min readMar 5, 2024

--

Photo by Damon Lam on Unsplash

Pagi itu aku melihatmu mengaduk alam semesta yang ada pada segelas kopi hangat di tangan kirimu, lalu kamu memindahkannya ke tangan kananmu dan bergumam sederhana “kopi?” aku memutuskan untuk duduk tidak jauh dari kopi yang sudah kamu letakan di kursi panjang. Pola dari adukan kopi itu masih terlihat jelas, seperti bimasakti hanya saja sebagian sudah berpindah kedalam dirimu. Aku sedikit berimajinasi, apakah alam semestaku juga sama seperti kopi itu? Tidak memiliki lengan spiral yang sempurna, karena sebagian lain ada dalam dirimu, tapi bedanya kopi itu sudah memenangkan perasaanmu di pagi hari.

Berbicara tentang kopi, membuatku berjalan mundur satu langkah. Sedikit mulai mempertanyakan kenapa aku tidak bisa berkerja sama dengan hormon dopamine ku? Aku senang mengikuti arah langkah kakimu dan aku berpikir ini terlalu berlebihan, maaf jika merasa terganggu dengan lonjakan endorfin yang aku hasilkan, aku sudah memerintahkannya menuju syaraf pusat supaya tidak ada berkas yang bisa meyakitimu.

“kira-kira gunungnya sudah mati berapa lama ya, ini tipenya perisai kan?” sambungan dari serangkaian kalimat introgatifku. Aku senang melihat pupil mata mu yang menyaut pertanyaan itu, tapi aku tidak tahu cara melindungi diri. Mungkin seharusnya aku bertanya mengenai fungsi perisai terlebih dahulu sebelum membuat pernyataan, tapi.. ya sudahlah dia juga tidak bisa mempertahankan diri meskipun jenisnya memang gunung perisai, setelah itu aku memiliki pertanyaan lebih pada gunung yang sudah mati itu tentang siapa yang membuatnya jatuh cinta tempo hari?

Aku memutuskan berjalan melihat pola batuan di sekitar gunung tersebut, sedikit bisa dipastikan jika suhunya tidak sepanas segelas kopi mu tadi pagi pun tidak sedingin alam semestaku. Pola seperti “tulang daun” berdasarkan enslikopedia yang sering aku baca 4 tahun lalu, aku tidak tahu kenapa bisa mengenalinya secepat itu.

Photo by Andrew Boersma on Unsplash

--

--